Mimbar.News - Setiap nikmat yang Allah SWT limpahkan kepada hamba-Nya menuntut syukur sebagai bentuk pengakuan atas karunia tersebut. Syukur tidak hanya diucapkan dengan lisan, tetapi dibuktikan dengan tindakan. Salah satu bentuk syukur yang sangat agung dalam ajaran Islam adalah melalui ibadah qurban.
Qurban bukan sekadar penyembelihan hewan, melainkan manifestasi rasa syukur seorang hamba atas segala nikmat yang Allah berikan — nikmat iman, kesehatan, rezeki, dan kehidupan. Maka, ketika Idul Adha tiba dan Allah memberikan kemampuan finansial, berqurban menjadi sarana untuk menunjukkan rasa syukur yang sejati.
Qurban dan Makna Syukur
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah."
(QS. Al-Kautsar: 1–2)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa nikmat dari Allah harus ditindaklanjuti dengan dua hal: salat sebagai bentuk ibadah ruhani, dan qurban sebagai ibadah sosial dan jasmani. Ini adalah bentuk syukur yang utuh — secara vertikal kepada Allah dan horizontal kepada sesama.
Tiga Dimensi Syukur dalam Qurban
1. Syukur dengan Hati
Menyadari bahwa segala nikmat berasal dari Allah. Kesadaran inilah yang melahirkan keinginan untuk berbagi rezeki lewat qurban.
2. Syukur dengan Lisan
Mengucap hamdalah atas nikmat Allah dan menyeru kebaikan agar orang lain pun ikut merasakan pentingnya berqurban.
3. Syukur dengan Perbuatan
Membelanjakan sebagian rezeki yang telah dipercayakan Allah untuk menyembelih hewan qurban dan mendistribusikannya kepada yang membutuhkan.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
(QS. Ibrahim: 7 )
Menjadi pertanyaan pada diri kita sendiri apakah kita betul -betul sudah bersyukur atas nikmat selama ini kita nikmati, karena rasa syukur tidak cukup hanya ucapan Alhamdulillah saja tapi perlu dengan perbuatan.
Banyak refrensi mengenai Rasulullah SAW melaksanakan berbagai ibadah sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT.
Merujuk buku Samudra Keteladanan Muhammad (Nurul H Maarif, 2017), ketekunan dan kekhusukan Rasulullah dalam beribadah, munajatnya, dan berbuat baik kepada sesama merupakan sarana untuk bersyukur kepada Allah. Bukan sebagai sarana untuk pertaubatan atas segala dosanya atau pun sebagai sarana untuk mengharap surga. “Apakah aku tidak senang menjadi hamba yang banyak bersyukur” kata Rasulullah menjawab pertanyaan Sayyidah Aisyah di atas. Begitulah cara Rasulullah bersyukur. Beliau bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Allah bukan hanya sekedar lisan -mengucapkan hamdalah- namun juga tindakan –yaitu dengan mengerjakan ibadah dengan tekun dan khusuk.
Maka salah satu bentuk syukur yaitu berqurban.
"Barang siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami," (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Qurban Mengajarkan Kepedulian
Dengan berqurban, kita berbagi kebahagiaan kepada saudara-saudara kita yang jarang menikmati daging. Ini adalah bentuk syukur yang nyata, bukan hanya dinikmati sendiri, tetapi dirasakan pula oleh orang lain.
Menyucikan Harta dan Jiwa
Qurban juga menjadi sarana tazkiyah, yaitu pensucian harta dan jiwa. Harta yang dikeluarkan di jalan Allah tidak akan berkurang, bahkan akan mendatangkan berkah.
Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah harta itu berkurang karena sedekah."
(HR. Muslim)
Berqurban bukan sekadar tradisi tahunan, tapi refleksi dari hati yang bersyukur. Di tengah derasnya kehidupan materialistik, qurban mengingatkan kita untuk kembali pada nilai keikhlasan, pengorbanan, dan berbagi.
Mari jadikan Idul Adha sebagai momen memperkuat rasa syukur, menumbuhkan empati, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga setiap tetesan darah qurban menjadi saksi atas keikhlasan dan rasa syukur kita di hadapan-Nya. Aamiin.
Oleh:
Muhammad Yahya, S. H
(Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Penrang)